IMG-LOGO
Home Sejarah Mengenal Ponpes Al Khoziny Sidoarjo: Pesantren Tertua di Jawa Timur dengan Tradisi Kuat Pembinaan Ulama
sejarah | umum

Mengenal Ponpes Al Khoziny Sidoarjo: Pesantren Tertua di Jawa Timur dengan Tradisi Kuat Pembinaan Ulama

oleh VNS - 01 Oktober 2025 11:09 WITA
IMG
Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny atau lebih dikenal sebagai Pesantren Buduran di Desa Buduran, Sidoarjo, tercatat sebagai salah satu pesantren tertua di Jawa Timur. Foto:Ist

IDENESIA.CO - Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny atau lebih dikenal sebagai Pesantren Buduran di Desa Buduran, Sidoarjo, tercatat sebagai salah satu pesantren tertua di Jawa Timur. Terletak di Jalan KHR Moh Abbas I/18, pesantren ini sudah puluhan tahun menjadi pusat pendidikan agama dan melahirkan banyak tokoh penting di dunia keulamaan.


Pesantren ini dikenal karena konsistensinya menjaga tradisi pendidikan salaf, mengajarkan pemahaman kitab kuning dan bimbingan langsung para kiai. Nilai spiritual juga diajarkan melalui lima tarekat utama yang menjadi pedoman hidup para santri.

Namun pada Senin (29/9/2025), pesantren ini menjadi sorotan setelah musala di asrama putra ambruk dan menimpa sejumlah santri. Sebanyak 15 ambulans dikerahkan untuk evakuasi korban, dan proses penanganan serta penyelamatan masih berlangsung hingga kini.

Dilansir NU Online, Ponpes Al Khoziny didirikan oleh KH Raden Khozin Khoiruddin. Awalnya, pondok ini merupakan tempat tinggal putranya, KH Moch Abbas, yang baru pulang dari Makkah setelah menuntut ilmu selama 10 tahun. Sambutan masyarakat yang antusias membuat kediaman tersebut berkembang menjadi pesantren. KH Moch Abbas melanjutkan amanat sang ayah, termasuk tradisi khataman tafsir Jalalain, yang kemudian membuat pesantren ini kian dikenal.

Meski beberapa sumber menyebut pesantren berdiri pada 1927, pengasuh saat ini, Kiai Salam Mujib, memperkirakan pesantren telah ada sejak 1915-1920 Masehi, berdasarkan catatan santri pertama KH Moch Abbas dan cerita alumni sepuh.

Ponpes Al Khoziny dikenal sebagai pondok salaf dengan kurikulum bertingkat Ula, Wustho, dan Ulya. Santri mempelajari kitab kuning seperti Tauhid, Fiqih, Nahwu, dan Tafsir. Seiring waktu, pesantren ini juga mengembangkan pendidikan formal sejak masa KH Moch Abbas:

  • 1964: Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI), kini Madrasah Tsanawiyah Al Khoziny

  • 1970: Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI), kini Madrasah Aliyah Al Khoziny

  • 1970: Sekolah Persiapan A dan B, kini Madrasah Ibtidaiyah Al Khoziny

Setelah KH Moch Abbas wafat pada 1978, kepemimpinan diteruskan putranya, KH Abdul Mujib Abbas. Di bawah pengasuhan beliau, pendidikan tinggi juga didirikan:

  • 1982: Sekolah Tinggi Diniyah

  • 1993: Diformalkan menjadi STAI dan STIQ, yang kini berkembang menjadi Institut Agama Islam (IAI) Al Khoziny

Di bawah KH Abdul Mujib Abbas, Ponpes Al Khoziny menekankan pendidikan formal sekaligus penguatan spiritual. Metode thariqah warisan para sesepuh dirumuskan dalam lima tarekat utama:

  1. Tarekat Belajar atau Mengajar
    Santri diajarkan untuk menuntut ilmu dan membaginya kepada orang lain. Pesan KH Abdul Mujib: كن عالما او متعلما او مستمعا او محبا ولا تكن خامسا غادرا فتهلك

    • Artinya: Jadilah kamu seorang yang alim, orang yang belajar, orang yang mendengar, atau orang yang mencintai ilmu. Janganlah kamu menjadi orang yang ke lima, yang selalu melanggar, maka dengan itu kamu akan rusak.

  2. Salat Berjemaah
    Salat berjemaah menjadi kewajiban. Ditekankan bahwa pelanggaran dapat berdampak pada kesulitan menerima ilmu.

  3. Membaca Al-Qur’an
    Setiap subuh, santri dibimbing membaca Al-Qur’an dan tajwid oleh kiai, membentuk kebiasaan spiritual yang kuat.

  4. Salat Witir dan Salat Sunah
    Santri dibiasakan dengan amalan sunah yang menjadi rutinitas spiritual mereka. Dan menganut salat-salat sunah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. 

  5. Istikamah
    Santri ditanamkan ketekunan da
    lam ibadah dan belajar. KH Abdul Mujib Abbas bahkan mengajar ketika sakit, menjadi teladan nyata.

Ponpes Al Khoziny dengan sejarah panjangnya bukan hanya pusat pendidikan agama, tetapi juga pembinaan moral dan spiritual generasi muda. Tradisi ini menjadikannya sebagai pesantren rujukan yang melahirkan ulama, tokoh agama, dan masyarakat yang berintegritas.

(Redaksi)