IDENESIA.CO - Di tengah riuh tepuk tangan dan tabuhan gendang yang menggelegar di aliran sungai Kuantan, sebuah pemandangan unik dan sarat makna tersaji di atas perahu panjang tradisional. Bukan hanya deru pendayung yang memikat perhatian, tetapi sosok kecil yang lincah berdiri di ujung jalur: Tukang Tari, ikon tak tergantikan dalam tradisi Pacu Jalur Riau.
Tak sekadar penari hiburan, Tukang Tari juga disebut Togak Luan atau Anak Coki memainkan peran vital dalam strategi dan semangat tim. Dengan gerak tubuh yang penuh makna, ia menjadi pengatur tempo dan penyampai sinyal kepada para pendayung. Diam berarti imbang, menghadap ke belakang sebagai dorongan semangat, dan menghadap ke depan pertanda timnya memimpin.
Dalam banyak momen, ia bahkan tak ragu meloncat ke sungai di tengah pacuan. Bagi yang belum mengenal budaya ini, aksi tersebut bisa tampak spontan atau sembrono. Namun sejatinya, lompatan itu adalah bagian dari strategi tradisional mengurangi beban perahu untuk mempercepat laju jelang garis akhir.
Video-video Tukang Tari meloncat dari perahu dengan gaya khas kini ramai di media sosial. Warganet menyebut mereka sebagai "aura farming boy" mereka bukan hanya memberi semangat, tapi menciptakan aura kompetisi yang menyihir penonton. “Anak kecil loncat ke sungai itu nggak cuma keren, tapi punya makna yang dalam,” tulis salah satu pengguna X (Twitter).
Peran Tukang Tari pun tak hanya bersifat teknis. Di balik ekspresinya yang penuh semangat, terselip nuansa spiritual. Banyak Tukang Tari yang terlihat sujud syukur saat timnya menyentuh garis akhir sebagai juara. Momen ini kerap membuat penonton terharu. “Sujudnya itu tulus, polos. Kemenangan bukan cuma soal menang lomba, tapi juga rasa syukur,” komentar seorang pengguna Instagram yang videonya viral.
Meski zaman telah bergeser dengan hadirnya kamera drone dan tayangan live streaming, keberadaan Tukang Tari tetap tak tergantikan. Ia adalah jembatan antara tradisi dan teknologi, antara irama tubuh dan semangat tim.
Lebih dari sekadar simbol, Tukang Tari menunjukkan bahwa dalam budaya lokal, bahkan anak-anak memiliki peran penting, dihargai, dan dilibatkan dalam proses kolektif. Tradisi Pacu Jalur bukan hanya olahraga air, tapi juga pelajaran tentang kerja sama, komunikasi tanpa kata, dan penghormatan terhadap warisan leluhur.
(Redaksi)