IMG-LOGO
Home Nasional AS Kembali Desak Indonesia Longgarkan Aturan Pembayaran Domestik, Airlangga Hartarto Buka Suara
nasional | umum

AS Kembali Desak Indonesia Longgarkan Aturan Pembayaran Domestik, Airlangga Hartarto Buka Suara

oleh VNS - 20 April 2025 11:41 WITA
IMG
Ilustrasi QRIS (Istimewa)

IDENESIA.CO - Pemerintah Indonesia kembali menghadapi tekanan dari Amerika Serikat terkait aturan sistem pembayaran domestik seperti QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

Meski belum menyampaikan detailnya, pemerintah menegaskan telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merespons desakan tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pembahasan sistem pembayaran menjadi salah satu poin dalam negosiasi dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Ia mengakui adanya masukan dari pihak AS yang kini sedang ditindaklanjuti pemerintah bersama BI dan OJK.

"Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan BI, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika," ujar Airlangga dalam konferensi pers daring, Minggu (20/4/2025).

Permintaan AS terkait pelonggaran sistem pembayaran domestik bukan hal baru.

Pada 2019, dua raksasa kartu asal AS, Visa dan Mastercard, pernah melobi pemerintah Indonesia agar kewajiban menggandeng perusahaan switching lokal dalam sistem pembayaran dihapus.

Namun, saat itu BI bersikukuh mempertahankan kedaulatan sistem transaksi dalam negeri melalui GPN.

Desakan terbaru ini juga disebut-sebut sebagai bagian dari negosiasi dagang yang lebih besar, termasuk tuntutan agar Indonesia kembali mendapatkan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP potongan tarif bea masuk produk ekspor yang telah ditangguhkan sejak 2022.

Penghapusan kewajiban penggunaan GPN diyakini akan merugikan upaya Indonesia membangun kedaulatan sistem pembayaran nasional dan berpotensi menggerus keuntungan perusahaan switching lokal.

Sebaliknya, akan menguntungkan perusahaan asing dengan memotong peran pemain domestik dari rantai transaksi.

Pakar ekonomi menilai, jika Indonesia mengalah dalam negosiasi ini, hal itu dapat melemahkan posisi negara dalam menjaga data transaksi keuangan dan memperbesar dominasi asing dalam sistem pembayaran nasional.

Hingga saat ini, pemerintah belum merinci langkah yang akan diambil. Namun Airlangga memastikan pembahasan dengan BI dan OJK terus berjalan, sebagai bagian dari upaya menjaga kepentingan nasional di tengah tekanan eksternal.

(Redaksi)

Berita terkait