IMG-LOGO
Home Sosok Menlu RI Sugiono Buka Suara Soal Israel Tolak Pasukan Perdamaian Turki di Gaza, Kami Dorong Mandat PBB yang Jelas
sosok | umum

Menlu RI Sugiono Buka Suara Soal Israel Tolak Pasukan Perdamaian Turki di Gaza, Kami Dorong Mandat PBB yang Jelas

oleh VNS - 06 November 2025 15:06 WITA
IMG
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Sugiono akhirnya angkat bicara terkait sikap Israel yang menolak kehadiran pasukan perdamaian Turki di Jalur Gaza. Foto:Ist

IDENESIA.CO - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Sugiono akhirnya angkat bicara terkait sikap Israel yang menolak kehadiran pasukan perdamaian Turki di Jalur Gaza. Penolakan itu muncul setelah rencana penempatan pasukan penjaga perdamaian dari beberapa negara, termasuk Turki dan Qatar, digagas sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas.


Dalam keterangannya kepada awak media di Gedung Pancasila, Jakarta, Rabu (5/11/2025), Sugiono menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen untuk mendorong proses perdamaian di Gaza dan siap berkontribusi aktif sesuai mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Intinya, yang ingin kita lakukan adalah memberikan kontribusi terhadap proses perdamaian ini. Dan saya kira Indonesia bisa diterima. Sekali lagi, semuanya ini subject to mandate yang jelas dari PBB,” ujar Sugiono.

Menlu Sugiono menegaskan bahwa fokus utama Indonesia saat ini adalah memastikan gencatan senjata (ceasefire) yang benar-benar efektif, bukan sekadar simbolis. Menurutnya, situasi di Gaza masih rapuh, dengan pelanggaran gencatan senjata yang kerap terjadi di lapangan.

“Intinya yang kita harapkan dan kita inginkan adalah, pertama, ceasefire yang benar-benar ceasefire itu terjadi,” tegasnya.

Sugiono menambahkan, langkah kedua yang menjadi prioritas Indonesia adalah memastikan bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza tanpa hambatan. Dalam berbagai forum internasional, termasuk pertemuan tingkat tinggi di Istanbul, Turki, pekan lalu, Indonesia menyoroti terhambatnya akses bantuan ke wilayah yang porak-poranda akibat agresi militer Israel sejak akhir 2024 itu.

“Kita juga mendorong agar bantuan kemanusiaan bisa mengalir dengan lancar. Banyak laporan bahwa distribusinya masih terhambat, dan itu harus segera diselesaikan,” jelasnya.

Penolakan Israel terhadap rencana pengiriman pasukan perdamaian Turki mencuat sejak Oktober 2025, ketika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu secara tegas menyatakan bahwa pihaknya tidak akan menerima kehadiran militer dari Ankara di wilayah Gaza.

Sikap itu kemudian diperkuat oleh Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar, yang menyebut pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan sebagai pihak yang “bermusuhan” terhadap Israel.

“Turki yang dipimpin Erdogan memimpin pendekatan yang bermusuhan terhadap Israel. Jadi, tak masuk akal bagi kami membiarkan pasukan bersenjata mereka memasuki Jalur Gaza,” ujar Saar, dikutip dari Reuters.

Selain Turki, Israel juga menolak kehadiran pasukan dari Qatar, dengan alasan negara tersebut memiliki hubungan diplomatik dengan Hamas, kelompok yang mereka anggap sebagai organisasi teroris. Padahal, baik Qatar maupun Turki berperan penting dalam mediasi gencatan senjata Israel-Hamas pada 10 Oktober 2025.

Dalam rencana perdamaian yang dibahas di tingkat internasional, pengiriman pasukan penjaga perdamaian ke Gaza merupakan bagian dari kesepakatan pascagencatan senjata. Namun, tanpa mandat resmi dari Dewan Keamanan PBB, kehadiran pasukan tersebut tidak memiliki legitimasi hukum internasional.

Indonesia, menurut Sugiono, mendukung penuh setiap upaya penegakan hukum internasional selama berada dalam kerangka PBB. Karena itu, Indonesia dan sejumlah negara Muslim yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), mendorong agar mandat pengiriman pasukan perdamaian segera disepakati secara resmi oleh Dewan Keamanan.

“Kami berpegang pada prinsip bahwa setiap langkah harus memiliki dasar mandat yang jelas dari PBB. Dengan begitu, semua pihak bisa menerima tanpa merasa terancam,” ujar Sugiono menegaskan.

Indonesia selama ini dikenal aktif dalam misi perdamaian PBB (UN Peacekeeping Mission). Dalam beberapa kesempatan, pemerintah Indonesia menyatakan kesiapan untuk mengirim pasukan ke Gaza apabila diperlukan dan mendapat persetujuan resmi dari PBB.

“Indonesia siap berkontribusi dalam pengiriman pasukan perdamaian di Gaza maupun di wilayah konflik lainnya, sejauh hal tersebut mendapat persetujuan dan mandat PBB,” ujar Sugiono.

Keterlibatan Indonesia dalam misi perdamaian bukan hal baru. Hingga kini, lebih dari 2.700 personel TNI dan Polri telah terlibat dalam misi penjaga perdamaian PBB di berbagai negara, termasuk Lebanon, Republik Demokratik Kongo, dan Sudan Selatan.

Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik Timur Tengah, Indonesia menegaskan posisi diplomatiknya: netral, namun berpihak pada nilai kemanusiaan dan keadilan internasional. Sugiono menekankan bahwa Indonesia tidak berpihak pada blok mana pun, melainkan berkomitmen pada penegakan hukum humaniter internasional dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Ia menambahkan, langkah-langkah diplomatik Indonesia juga akan ditempuh melalui kerja sama dengan negara-negara sahabat seperti Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania, yang memiliki pengaruh besar dalam isu Palestina.

Sementara itu, situasi di Jalur Gaza masih memprihatinkan. Menurut data United Nations Relief and Works Agency (UNRWA), lebih dari 36.000 warga Palestina tewas sejak agresi militer Israel dimulai pada Oktober 2024, dan lebih dari 80 persen infrastruktur Gaza hancur. 

Akses terhadap air bersih, listrik, dan layanan medis juga sangat terbatas. Rumah sakit yang tersisa hanya beroperasi sebagian, dan ribuan anak dilaporkan menderita malnutrisi akut.

(Redaksi)