IDENESIA.CO - Rencana pemerintah menghapus tunggakan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinilai perlu dilakukan dengan sangat hati-hati. Kebijakan yang digadang akan memulihkan akses layanan kesehatan bagi jutaan peserta itu berpotensi menimbulkan rasa ketidakadilan, terutama bagi peserta yang selama ini tertib membayar iuran.
Peringatan itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menanggapi pembahasan kebijakan penghapusan tunggakan yang tengah difinalisasi oleh pemerintah bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Prinsip keadilan sosial harus dijaga. Peserta yang benar-benar tidak mampu tentu harus dibantu, tetapi kebijakan ini juga harus memastikan tidak menurunkan semangat kepatuhan peserta lain,” ujar Netty, Kamis (6/11/2025).
Menurutnya, rencana pemutihan tunggakan memang memiliki tujuan baik untuk memastikan masyarakat tetap memiliki akses terhadap layanan kesehatan. Namun, dalam implementasinya, pemerintah perlu membuat batasan yang jelas agar hanya peserta yang benar-benar tidak mampu yang mendapatkan manfaat kebijakan tersebut.
28,85 Juta Peserta Menunggak Rp21,48 Triliun
Berdasarkan data BPJS Kesehatan per 31 Desember 2024, terdapat 28,85 juta jiwa peserta yang masih memiliki tunggakan iuran, dengan total nilai mencapai Rp21,48 triliun.
Tunggakan itu berasal dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau dikenal dengan peserta mandiri.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjelaskan, dari jumlah tersebut, 10,98 juta peserta sebenarnya telah berpindah segmen menjadi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), Pekerja Penerima Upah (PPU) di badan usaha, maupun PBPU Pemda.
Namun, pada saat masih menjadi peserta mandiri, mereka sempat menunggak pembayaran iuran dengan total nilai Rp7,37 triliun.
“Sementara itu, sekitar 17,8 juta jiwa dengan nilai tunggakan Rp14,11 triliun masih tercatat sebagai peserta PBPU dan BP aktif yang belum melunasi kewajiban,” kata Rizzky.
Ia menegaskan, pembahasan kebijakan penghapusan tunggakan masih dalam tahap penyusunan regulasi oleh pemerintah, yang akan menentukan segmen peserta mana yang berhak memperoleh penghapusan tunggakan.
“Pemerintah masih berproses merumuskan dan menyusun regulasi dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk BPJS Kesehatan,” jelasnya.
Jamin Akses Kesehatan Bagi Semua
Sebelumnya, Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menyatakan bahwa kebijakan penghapusan tunggakan iuran JKN akan segera dijalankan sebagai bentuk pemulihan hak layanan kesehatan masyarakat.
“Tunggakan ini, dalam waktu dekat insya Allah akan diputihkan, dihapus,” kata Muhaimin.
Ia menegaskan, langkah ini dilakukan agar masyarakat miskin atau kelompok rentan tidak kehilangan haknya untuk mendapatkan layanan kesehatan hanya karena keterlambatan atau ketidakmampuan membayar iuran.
Program penghapusan tunggakan tersebut rencananya difokuskan pada segmen PBPU atau pekerja informal, dan ditargetkan mulai berjalan pada akhir 2025.
Pemerintah juga mendorong peserta yang sebelumnya menunggak untuk segera melakukan registrasi ulang agar status kepesertaannya kembali aktif.
Risiko Moral Hazard dan Pentingnya Verifikasi
Meski tujuannya mulia, DPR meminta pemerintah mengantisipasi potensi penyalahgunaan (fraud) dalam pelaksanaan kebijakan ini. Netty Prasetiyani menilai, verifikasi dan transparansi data menjadi kunci utama agar kebijakan tersebut tidak salah sasaran.
“Pemutihan hanya boleh diberikan kepada masyarakat yang benar-benar tidak mampu, dan datanya harus diverifikasi dengan baik. Pemerintah tidak boleh sembarangan menghapus tunggakan tanpa bukti kemampuan ekonomi,” tegasnya.
Ia menambahkan, persoalan tunggakan JKN tidak semata-mata karena faktor ekonomi. Banyak peserta dari kalangan pekerja informal menunggak karena minimnya literasi dan kesadaran akan pentingnya kepesertaan aktif dalam sistem gotong royong kesehatan nasional.
“Ini bukan hanya soal tidak mampu, tapi juga kurangnya kesadaran. Edukasi publik harus diperkuat agar masyarakat memahami bahwa iuran itu bentuk solidaritas sosial, bukan beban pribadi,” ujarnya.
Perlu Reformasi Sistem Pembayaran
Selain edukasi, DPR juga menilai perlunya pembenahan sistem pembayaran iuran JKN bagi kelompok pekerja informal.
“Pekerja sektor informal tidak punya sistem pemotongan otomatis seperti pegawai negeri atau karyawan. Karena itu, mekanisme pembayaran harus lebih fleksibel dan mudah diakses,” kata Netty.
Ia mencontohkan, sistem pembayaran mikro bulanan atau integrasi dengan platform digital seperti dompet elektronik bisa menjadi solusi agar peserta tidak mudah menunggak.
Dengan jumlah tunggakan yang sangat besar, pemerintah didorong tidak hanya fokus pada penghapusan utang, tetapi juga menciptakan sistem pencegahan agar masalah serupa tidak terulang.
“Kalau akar persoalan tidak dibenahi, tunggakan akan terus muncul setiap tahun,” kata Netty.
Harapan: Akses Kesehatan untuk Semua
Meski banyak catatan, kebijakan penghapusan tunggakan iuran JKN tetap disambut positif oleh sebagian masyarakat. Langkah ini dinilai sebagai bentuk empati pemerintah terhadap kondisi ekonomi rakyat sekaligus upaya memperkuat prinsip universal health coverage atau cakupan kesehatan semesta.
Namun, tantangannya kini adalah bagaimana kebijakan itu dijalankan tanpa mengorbankan rasa keadilan sosial dan keberlanjutan keuangan BPJS Kesehatan.
”Pemerintah harus memastikan tidak ada potensi penyalahgunaan atau fraud dalam proses penghapusan tunggakan,” kata Netty.
(Tim Redaksi)