IMG-LOGO
Home Iptek Puncak Hujan Meteor Orionid Terjadi 22-23 Oktober 2025, Ini Penjelasan dan Cara Melihatnya
iptek | umum

Puncak Hujan Meteor Orionid Terjadi 22-23 Oktober 2025, Ini Penjelasan dan Cara Melihatnya

oleh VNS - 21 Oktober 2025 14:25 WITA
IMG
ilustrasi hujan meteor. Foto:Ist

IDENESIA.CO - Langit malam akhir Oktober 2025 akan kembali menampilkan pemandangan spektakuler. Fenomena hujan meteor Orionid, salah satu hujan meteor paling indah sepanjang tahun, akan mencapai puncaknya pada 22-23 Oktober 2025. Bagi para pengamat langit dan pecinta astronomi, ini menjadi momen yang tak boleh dilewatkan karena peristiwa ini menawarkan sajian alami berupa kilatan cahaya cepat yang melesat di langit malam.


Menurut laporan resmi Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), hujan meteor Orionid berasal dari debu komet legendaris 1P/Halley yang juga menghasilkan hujan meteor Eta Aquarid pada bulan Mei. Partikel debu kecil yang ditinggalkan komet ini bertabrakan dengan atmosfer Bumi dengan kecepatan sekitar 66 kilometer per detik, menciptakan jejak cahaya terang yang menawan di langit.

Hujan meteor Orionid bukan sekadar pertunjukan cahaya, melainkan bagian dari perjalanan panjang komet Halley dalam mengelilingi Matahari. Komet yang terakhir terlihat oleh manusia pada tahun 1986 ini membutuhkan 76 tahun untuk sekali mengorbit Matahari.

Saat melewati tata surya bagian dalam, permukaannya yang diselimuti es memanas dan melepaskan butiran debu serta batuan ke ruang angkasa. Debu-debu inilah yang kemudian tertinggal di sepanjang jalur orbitnya, dan setiap Oktober, Bumi akan melintasi jalur tersebut menghasilkan hujan meteor Orionid.

“Ketika partikel-partikel debu itu memasuki atmosfer Bumi, mereka terbakar karena gesekan udara, menciptakan cahaya terang yang sering kali disertai jejak bercahaya atau yang disebut train,” tulis NASA dalam laman resminya.

Beberapa meteor Orionid bahkan bisa berubah menjadi bola api (fireball), yaitu ledakan cahaya yang jauh lebih terang dari bintang biasa dan dapat bertahan beberapa detik lebih lama. Fenomena ini sering memunculkan kekaguman bagi siapa pun yang beruntung menyaksikannya secara langsung.

Fenomena hujan meteor Orionid sebenarnya sudah berlangsung sejak 2 Oktober dan akan berakhir pada 12 November 2025. Namun, puncak aktivitasnya terjadi pada 22 hingga 23 Oktober, saat jumlah meteor yang terlihat mencapai 5 hingga 6 meteor per jam di langit yang cerah.

Waktu terbaik untuk menyaksikan hujan meteor ini adalah setelah tengah malam hingga menjelang fajar. Pada periode tersebut, langit cukup gelap dan posisi konstelasi Orion tempat meteor tampak berasal berada tinggi di langit timur.

Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN, Dr. Emanuel Sungging, menjelaskan bahwa hujan meteor ini dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia, asalkan cuaca mendukung dan langit bebas polusi cahaya.

“Tidak perlu teleskop atau alat bantu khusus. Cukup mata telanjang di tempat yang gelap dan luas. Ini adalah pertunjukan langit yang bisa dinikmati siapa saja,” ujarnya, Selasa (21/10/2025).

Nama Orionid berasal dari konstelasi Orion, salah satu rasi bintang paling mudah dikenali di langit malam. Konstelasi ini dikenal dengan tiga bintang sejajar yang membentuk sabuk Orion, yaitu Alnitak, Alnilam, dan Mintaka. Di sebelah utara sabuk tersebut, ada bintang super raksasa merah Betelgeuse, tempat di mana jalur meteor seolah-olah berasal.

Kombinasi antara meteor yang cepat dan latar belakang konstelasi terang menjadikan hujan meteor Orionid salah satu fenomena langit paling fotogenik sepanjang tahun. Banyak fotografer astronomi menjadikannya sebagai momen terbaik untuk berburu gambar langit malam.

Agar dapat menikmati fenomena ini secara maksimal, para pengamat disarankan mempersiapkan diri dengan baik. Berdasarkan panduan NASA dan BRIN, berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan:

  1. Cari lokasi gelap dan minim polusi cahaya. Jauhkan diri dari lampu kota, jalan raya, atau area terang. Tempat seperti pantai, bukit, atau area pedesaan ideal untuk observasi.

  2. Datang sekitar satu jam sebelum tengah malam. Ini memberi waktu bagi mata untuk beradaptasi dengan kegelapan, sehingga meteor lebih mudah terlihat.

  3. Bawa perlengkapan sederhana. Gunakan selimut, jaket, atau kursi lipat agar nyaman saat menatap langit dalam waktu lama.

  4. Arahkan pandangan ke timur laut (belahan selatan) atau tenggara (belahan utara). Meteor akan tampak melesat dari sekitar konstelasi Orion, tetapi dapat terlihat di seluruh langit.

  5. Hindari melihat layar ponsel atau sumber cahaya terang. Ini dapat mengganggu adaptasi mata terhadap kegelapan.

Dalam kondisi langit yang cerah dan gelap sempurna, pengamat dapat melihat hingga belasan meteor setiap jam, tergantung lokasi dan cuaca.

Hujan meteor Orionid bukan hanya keindahan langit, tetapi juga pengingat akan keterhubungan manusia dengan alam semesta. Fenomena ini dapat disaksikan oleh penduduk di belahan Bumi utara maupun selatan, sehingga setiap tahun jutaan orang menengadahkan kepala ke langit pada malam yang sama.

“Melihat hujan meteor adalah cara sederhana untuk merasa kecil namun terhubung dengan sesuatu yang jauh lebih besar dari kita,” tulis NASA dalam pernyataan reflektifnya.

Dengan puncaknya yang hanya berlangsung dua malam, masyarakat Indonesia diimbau untuk memanfaatkan kesempatan ini. Jika cuaca cerah, malam 22 dan 23 Oktober 2025 akan menjadi panggung langit penuh cahaya alami, pertunjukan kosmis yang hanya bisa dinikmati sekali dalam setahun.

(Redaksi)