IDENESIA.CO - Langkah nyata pemerintah dalam memperkuat ekonomi berbasis desa melalui program Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (KKMP) kini mulai terlihat di Kalimantan Timur. Setelah melewati fase persiapan panjang, pembentukan kelembagaan, serta verifikasi administratif, program nasional yang digagas oleh Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) tersebut kini resmi memasuki tahap operasional lapangan.
Kalimantan Timur menjadi salah satu provinsi yang bergerak cepat dalam mengimplementasikan program ini. Data terbaru mencatat, hingga pertengahan Oktober 2025, sebanyak 85 persen dari total 1.037 koperasi di Kaltim sudah resmi terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Koperasi Desa (SIM KOPDES) platform digital terpadu yang menjadi tulang punggung pengawasan dan pemantauan koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
“Melalui sistem ini, seluruh data kelembagaan, rencana bisnis, hingga perkembangan koperasi dapat dipantau secara nasional. Jadi tidak ada yang berjalan tanpa arah,” ujar Kepala Dinas PPKUKM Kaltim, Heni Purwaningsih, saat ditemui di Samarinda, Selasa (21/10/2025).
Tahap operasional ini menandai pergeseran besar dari sekadar administrasi menuju aksi nyata di lapangan. Pemerintah provinsi bersama Kemenkop UKM mulai menjalankan berbagai langkah strategis pelatihan pengurus koperasi, pendampingan manajemen usaha, dan pembangunan gerai koperasi di berbagai daerah.
Melalui dana dekonsentrasi, pemerintah menugaskan 278 pendamping koperasi untuk membina lebih dari 2.000 pengurus koperasi di Kalimantan Timur.
“Setiap pendamping membina sekitar sepuluh koperasi. Mereka diseleksi langsung oleh kementerian, tapi semuanya berasal dari daerah agar memahami kondisi lokal,” terang Heni.
Ia menegaskan bahwa keberadaan pendamping merupakan kunci keberhasilan program. Para pendamping tak hanya bertugas memeriksa laporan administrasi, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi lokal yang memastikan koperasi aktif berproduksi, berdagang, dan berinovasi.
“Pendamping harus bekerja penuh waktu, tidak boleh setengah hati. Mereka harus benar-benar menjadi penggerak lapangan, bukan sekadar pengawas,” tambahnya.
Tanda-tanda kebangkitan ekonomi berbasis desa kini mulai tampak. Pada 17 Oktober 2025, pemerintah pusat meresmikan pembangunan 800 gerai Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia, dengan 16 di antaranya berlokasi di Kalimantan Timur.
“Target kami hingga Desember nanti, jumlah gerai akan terus bertambah sesuai kesiapan koperasi dan ketersediaan lahan,” ujar Heni optimistis.
Gerai-gerai tersebut dibangun dengan dukungan fasilitas dasar, gudang mini, dan sistem stok awal yang disiapkan pemerintah pusat. Setelah tahap perintisan, pemerintah akan melibatkan perbankan nasional dan daerah untuk memperkuat modal usaha koperasi melalui skema pembiayaan berkelanjutan.
“Strateginya jelas adalah bangun gerai dulu, isi stoknya, lalu bank masuk untuk menopang pengembangannya,” paparnya.
Secara nasional, Koperasi Merah Putih dibagi menjadi enam jenis gerai utama:
Gerai pupuk dan sarana pertanian,
Gerai logistik/kantor pos desa,
Gerai sembako,
Gerai simpan pinjam,
Klinik desa, dan
Apotek desa.
Namun, Kemenkop memberi ruang inovasi bagi koperasi untuk menyesuaikan model bisnis dengan potensi lokal.
“Kalau enam gerai utama dirasa kurang cocok, koperasi bisa kembangkan usaha lain. Di Samarinda misalnya, sudah ada koperasi yang bergerak di bidang perikanan dan peternakan,” ujar Heni.
Hingga kini, sekitar 30 koperasi di Samarinda dan Kutai Kartanegara telah aktif beroperasi. Mereka menjadi contoh awal bagaimana program ini dapat diimplementasikan di tingkat akar rumput. Meski begitu, tantangan masih ada, terutama terkait permodalan, penguatan SDM, dan koordinasi lintas kabupaten/kota.
Program Koperasi Merah Putih memiliki tujuan besar: membangun tatanan ekonomi baru di tingkat desa dan kelurahan. Melalui jaringan koperasi, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin tanpa harus bergantung pada pasokan dari luar daerah.
Selain kegiatan perdagangan dan simpan pinjam, koperasi juga disiapkan sebagai penyalur barang-barang subsidi pemerintah, seperti LPG 3 kilogram dan beras SPHP. Dengan peran ini, koperasi tidak hanya menjadi lembaga ekonomi, tetapi juga penjaga stabilitas harga dan distribusi barang pokok di pedesaan.
Lebih jauh, Kemenkop juga merancang skema bagi hasil 20 persen dari keuntungan koperasi untuk masuk ke Pendapatan Asli Desa (PADes). Tujuannya untuk memperkuat keuangan desa dan mendukung pembangunan berkelanjutan berbasis komunitas.
Namun Heni mengingatkan, keberhasilan koperasi tetap bertumpu pada partisipasi anggota.
“Koperasi yang sehat itu kuat dari dalam. Kalau banyak anggota aktif dan modal sendiri besar, koperasi bisa berkembang ke sektor lain di luar enam gerai utama,” tegasnya.
Kalimantan Timur kini menjadi provinsi percontohan dalam penerapan digitalisasi koperasi melalui SIM KOPDES. Sistem ini memudahkan pelacakan kinerja koperasi secara real time, mulai dari laporan keuangan, aset, hingga kegiatan usaha.
Dengan posisi strategis sebagai wilayah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), pengembangan koperasi menjadi penting dalam membangun ekonomi rakyat yang inklusif. Pemerintah daerah menilai, keberadaan koperasi Merah Putih mampu menjadi penopang ekonomi desa di tengah arus investasi besar-besaran menuju IKN.
“Program ini bukan sekadar proyek ekonomi, tetapi gerakan sosial untuk membangun kemandirian desa. Koperasi Merah Putih adalah simbol gotong royong dan keadilan ekonomi,” tutup Heni.
(Redaksi)