IDENESIA.CO - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menetapkan kebijakan baru terkait pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap para pedagang online yang berjualan melalui platform e-commerce. Kebijakan ini tertuang dalam peraturan terbaru yang ditandatangani langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan berlaku untuk pedagang dalam negeri yang memperoleh penghasilan dari transaksi daring (online).
Dalam beleid yang diterbitkan, pemerintah menunjuk Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pihak yang bertanggung jawab memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 atas penghasilan para pedagang. PMSE ini mencakup platform e-commerce populer seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, dan sejenisnya.
Beleid tersebut menyebutkan bahwa Kementerian Keuangan akan memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menunjuk PMSE sebagai pemungut pajak. Penunjukan tersebut juga mempertimbangkan kriteria tertentu, seperti penggunaan rekening escrow dan volume transaksi atau jumlah pengakses (traffic) yang signifikan.
“Menteri melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk pihak lain sebagai pemungut pajak,” demikian isi Pasal 2 ayat (1) dari peraturan tersebut.
Artinya, marketplace yang memenuhi kriteria baik yang berdomisili di dalam maupun luar negeri dapat dikenai tanggung jawab pemungutan pajak terhadap pedagang yang menggunakan platform mereka.
Pajak ini berlaku bagi seluruh pelaku usaha atau pedagang, baik perorangan maupun badan hukum, yang:
Menerima penghasilan melalui rekening bank atau keuangan digital sejenis.
Melakukan transaksi menggunakan IP address Indonesia atau nomor telepon dengan kode negara Indonesia.
Termasuk perusahaan jasa ekspedisi, asuransi, dan pihak lain yang melakukan transaksi melalui sistem elektronik.
Para pedagang ini diwajibkan untuk memberikan data berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta alamat korespondensi kepada pihak penyelenggara marketplace yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai pemungut pajak.
Pungutan pajak dilakukan atas penghasilan atau peredaran bruto yang tercantum dalam dokumen tagihan atau bukti transaksi. Besarannya adalah:
0,5% dari Peredaran Bruto, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pajak ini akan dipungut langsung oleh PMSE saat transaksi berlangsung dan nantinya bisa diperhitungkan sebagai bagian dari pembayaran PPh dalam tahun berjalan.
Peredaran bruto sendiri diartikan sebagai penghasilan yang diperoleh dari penjualan sebelum dikurangi potongan penjualan, diskon, atau biaya lainnya.
Peraturan ini juga menetapkan ambang batas penghasilan bruto bagi pedagang online dalam negeri. Jika penghasilan mereka melebihi Rp500 juta dalam setahun, maka mereka wajib menyampaikan surat pernyataan kepada penyelenggara marketplace untuk dikenai pemungutan pajak.
Surat pernyataan ini harus disampaikan paling lambat akhir bulan saat penghasilan mereka melewati batas tersebut.
Namun, pedagang yang belum mencapai batas Rp500 juta tidak diwajibkan menyampaikan informasi apapun ke penyelenggara PMSE dan tidak dipungut pajak dalam skema ini.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas basis pajak dan menciptakan level playing field antara pelaku usaha konvensional dan digital. Dengan sistem ini, pemerintah berharap penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital dapat meningkat secara signifikan tanpa menambah beban berlebih bagi pelaku UMKM yang berpenghasilan kecil.
Penerapan pungutan PPh Pasal 22 ini juga sekaligus memperkuat sistem pengawasan dan kepatuhan pajak di era ekonomi digital yang kian berkembang pesat.
(Redaksi)