IMG-LOGO
Home Nasional Tambang Disorot, Warga Batuah Desak PT BSSR Bertanggung Jawab atas Longsor
nasional | umum

Tambang Disorot, Warga Batuah Desak PT BSSR Bertanggung Jawab atas Longsor

oleh VNS - 03 Juni 2025 15:46 WITA
IMG
FOTO : Aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat Batuah di depan Kantor Gubernur Kaltim. (IST)

IDENESIA.CO - Puluhan warga Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara (Kukar), menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) pada Senin siang. 

Mereka menuntut pencabutan izin tambang PT Baramulti Suksessarana (BSSR) yang diduga kuat menjadi penyebab longsor yang meluluhlantakkan permukiman mereka sejak awal 2025.

Aksi ini digalang oleh Aliansi Pemuda Tani Jaya Bersatu, yang terdiri dari warga terdampak, aktivis lingkungan, serta mahasiswa dari Samarinda. Mereka membawa spanduk bertuliskan tuntutan serta foto-foto rumah yang rusak, sebagai bukti nyata dari dampak kerusakan lingkungan yang mereka alami.

Menurut koordinator aksi, Romy Hidayatullah, longsor besar yang terjadi di Desa Batuah bukan semata akibat faktor alam. Ia menegaskan bahwa aktivitas pertambangan batubara PT BSSR yang intensif sejak 2017 telah merusak struktur tanah, mempercepat erosi, dan memicu pergerakan tanah yang membahayakan.

“Pergerakan tanah dimulai sejak Januari lalu, saat musim hujan belum intens. Awalnya hanya empat rumah yang retak, lalu bertambah jadi 14, dan kini sudah 20 rumah terdampak. Bahkan jalan poros desa ikut ambles pada 18 Mei,” ujar Romy.

Ia merinci bahwa bencana longsor terjadi dalam tiga gelombang: pertama pada 24 Januari, lalu 21 April, dan puncaknya pada 18 Mei 2025. Hingga kini, sebanyak 21 rumah terdampak, terdiri dari 10 rumah roboh total dan 11 rusak berat. Selain itu, satu masjid juga rusak, mengganggu aktivitas ibadah warga.

Warga menduga ada upaya untuk meredam suara mereka agar tidak mengaitkan longsor dengan tambang. Namun Romy menegaskan bahwa warga telah lama hidup di kawasan itu tanpa gangguan hingga tambang mulai aktif beroperasi beberapa tahun lalu.

“Kami tidak bisa dibungkam. Kami tinggal di sana sejak 1978, hidup dari bertani. Baru setelah tambang masuk, tanah mulai rusak. Ini bukan sekadar duga-duga. Ini fakta,” tegasnya.

Salah satu penyintas, Rosfanawati (43), menceritakan kondisi hidupnya yang kini berada di posko darurat. Ia dan keempat anaknya tinggal di tenda beralaskan tanah, tanpa fasilitas memadai.

“Rumah saya mulai retak di dapur. Lama-lama tembok runtuh, atap roboh. Kami tidur di tanah. Pemerintah belum turun tangan bantu,” katanya dengan suara gemetar.

Dalam aksi tersebut, massa menyuarakan empat tuntutan utama, yakni:

  1. Ganti rugi rumah dan lahan yang hancur akibat longsor.

  2. Pencabutan izin tambang PT BSSR yang diduga menjadi penyebab utama bencana.

  3. Evaluasi seluruh izin usaha pertambangan (IUP) di Desa Batuah dan pencabutan bagi perusahaan yang melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2012.

  4. Pencopotan Kepala Desa Batuah yang dinilai lalai dan tidak membela warganya.

Terkait aksi ini, perwakilan massa diterima oleh pihak Pemprov Kaltim untuk melakukan audiensi. Kepala Bidang Trantib Satpol PP Kaltim, Edwin Noviansyah Rachim, menyatakan bahwa tuntutan warga akan ditelaah lebih lanjut oleh tim teknis yang melibatkan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kaltim.

“Hasilnya akan kami teruskan ke Pemkab Kukar untuk ditindaklanjuti. Soal pencopotan kepala desa, itu kewenangan kabupaten,” jelas Edwin.

Sementara itu, pihak PT BSSR belum memberikan keterangan resmi terkait tuduhan tersebut.

Dengan membawa semangat keadilan lingkungan, massa menyatakan akan terus bergerak jika tuntutan tidak ditanggapi serius. Mereka menegaskan bahwa bencana ini bukan hanya kerusakan fisik, tapi juga pengkhianatan terhadap hak hidup warga yang telah puluhan tahun tinggal dan menggarap lahan di Desa Batuah.

(Redaksi)