IDENESIA.CO - Upaya rekonstruksi dan integrasi ekonomi di wilayah Timur Tengah memasuki babak baru setelah pemerintah Turki mengumumkan pembukaan kembali salah satu jalur perdagangan darat paling strategis dalam sejarah kawasan tersebut. Koridor yang menghubungkan Turki-Suriah-Yordania hingga ke negara-negara Teluk itu telah tertutup selama lebih dari satu dekade akibat perang Suriah dan kerusakan infrastruktur yang meluas.
Kini, dengan stabilitas yang perlahan membaik di beberapa wilayah dan tekad bersama untuk memulihkan konektivitas regional, koridor ini direncanakan beroperasi penuh pada tahun 2026. Langkah tersebut menandai perubahan geopolitik yang signifikan, sekaligus memperkuat posisi Turki sebagai simpul logistik utama antara Asia, Timur Tengah, dan Eropa.
Pengumuman resmi tersebut disampaikan oleh Menteri Perdagangan Turki, Ömer Bolat, setelah sesi pertama Komite Ekonomi Gabungan Yordania-Turki di Amman. Dalam pernyataannya, Bolat menegaskan bahwa kebangkitan kembali koridor perdagangan darat ini memiliki nilai strategis yang jauh melampaui kepentingan bilateral.
“Koridor ini bukan hanya menghubungkan kembali Turki dengan Yordania dan Teluk, tetapi juga memulihkan jalur logistik Eurasia yang vital. Rute ini akan membuka kembali koneksi antara Eropa dan Jazirah Arab,” ujar Bolat, dikutip Gulf News.
Turki dan Suriah sebelumnya telah menandatangani perjanjian transportasi jalan di Istanbul pada 28 Juni, sebuah langkah yang menandai pemulihan hubungan teknis antara kedua negara setelah bertahun-tahun tegang sejak awal konflik Suriah pada 2011. Perjanjian tersebut membuka jalan bagi truk-truk Turki untuk kembali melintas melalui Suriah menuju Yordania dan wilayah Teluk.
Upaya pembukaan koridor ini tidak hanya bergantung pada inisiatif Turki. Yordania dan Suriah sebelumnya telah menyepakati penyelarasan prosedur transit, bea cukai, dan pergerakan kendaraan komersial. Pada Juni 2025, Komite Teknis Gabungan Yordania-Suriah menyepakati prinsip resiprositas dan harmonisasi biaya logistik yang menjadi dasar kelancaran rute perdagangan terintegrasi.
Bolat menegaskan bahwa meski sebagian truk Turki telah melintas melalui Suriah, berbagai hambatan administratif masih perlu dibereskan.
“Kami sedang menyelesaikan persoalan sisa seperti prosedur bea cukai Suriah, perbaikan jalan, dan aturan visa. Upaya ini kami targetkan selesai sepenuhnya pada 2026,” jelasnya.
Sebelum konflik Suriah pecah pada 2011, rute darat yang membentang dari Turki-Suriah-Yordania menuju Arab Saudi dan Uni Emirat Arab merupakan salah satu jalur perdagangan tersibuk di kawasan. Puluhan ribu truk melintas setiap tahun, membawa tekstil, makanan, bahan bangunan, produk manufaktur, dan komoditas lain.
Penutupan rute tersebut memicu lonjakan biaya logistik, memaksa banyak pelaku usaha beralih ke jalur laut yang membutuhkan waktu lebih lama dan biaya lebih besar. Pembukaan kembali koridor ini diperkirakan mampu memulihkan aktivitas ekonomi di berbagai wilayah yang dulu sangat bergantung pada perdagangan lintas negara.
Para pejabat di Yordania dan Turki memandangnya sebagai katalis pemulihan ekonomi pascakonflik yang mampu menghidupkan kembali pusat-pusat logistik lokal.
Selain membuka kembali jalur darat, Turki dan Yordania juga mengungkapkan rencana ambisius untuk memulihkan Jalur Kereta Api Hejaz salah satu proyek transportasi paling ikonik pada era Kekaisaran Ottoman.
Diresmikan pada 1908 oleh Sultan Abdulhamid II, jalur itu dulunya menghubungkan Damaskus dengan Madinah dan menjadi rute penting bagi jamaah haji serta perdagangan. Namun sebagian besar jalur kini tidak berfungsi, terutama segmen di Suriah yang rusak parah sejak perang.
“Ada keinginan kuat dari Turki dan Yordania untuk merevitalisasi jalur ini, termasuk modernisasi untuk layanan penumpang dan barang,” ujar Bolat.
Nota kesepahaman telah ditandatangani mencakup kerja sama perdagangan, industri, transportasi, pariwisata, dan budaya. Proyek ini diperkirakan akan membutuhkan investasi lintas negara dan kesepakatan teknis yang kompleks.
Untuk memastikan kelancaran konektivitas lintas batas, Turki, Yordania, dan Suriah telah memperkuat koordinasi melalui kerangka kerja trilateral. Pertemuan teknis di Amman pada 11 September menghadirkan pejabat transportasi dari ketiga negara, membahas:
penyederhanaan prosedur perbatasan,
penyatuan biaya bea cukai,
identifikasi titik prioritas perbaikan jalan, dan
restorasi jalur kereta api Hejaz.
Turki juga telah menyatakan siap membiayai rehabilitasi sebagian segmen jalur kereta dari Damaskus hingga perbatasan Yordania, sementara Yordania akan menangani restorasi lokomotif historis.
Proyek lain yang dikaji meliputi peningkatan kapasitas penyeberangan Nasib–Jaber, Bab Al Hawa, dan Gaziantep Aleppo.
Wakil Menteri Transportasi Suriah, Mohammed Omar Rahal, menyebut kerja sama ini sebagai investasi strategis bagi stabilitas kawasan.
“Konektivitas jalan dan kereta antara Suriah, Yordania, dan Turki akan membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi, menurunkan biaya logistik, serta mempercepat waktu pengiriman barang,” ujarnya.
Bagi Turki, proyek ini merupakan bagian dari strategi besar menjadikan negaranya pusat transportasi dan hub logistik yang menyatukan Asia, Eropa, dan Timur Tengah.
Pembukaan koridor perdagangan darat ini sekaligus menandai babak baru integrasi ekonomi di kawasan yang selama satu dekade terakhir porak-poranda oleh konflik. Jika rencana berjalan mulus dan situasi keamanan terjaga, tahun 2026 dapat menjadi momentum besar bagi kebangkitan jalur perdagangan Eurasia yang telah lama terhenti.
(Redaksi)