IDENESIA.CO- Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) RI resmi memanggil Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait kasus dugaan mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) dan Subholding Pertamina.
Pemeriksaan yang berlangsung selama 9 jam pada Kamis (13/3/2025) ini bertujuan mendalami peran Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina dalam pengawasan impor minyak mentah dan operasional subholding perusahaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa Ahok mendapatkan 14 pertanyaan utama yang masih bersifat umum.
"Setidaknya ada 14 pertanyaan pokok yang diajukan kepada yang bersangkutan. (Pertanyaan) lebih melihat kepada bagaimana tugas dan fungsi yang bersangkutan sebagai komisaris utama," ujar Harli di Kantor Pusat Kejagung RI, Jumat (14/3/2025).
Ahok mengakui bahwa dirinya terkejut dengan temuan yang dimiliki oleh Kejagung terkait dugaan penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah di Pertamina.
“Ternyata Kejaksaan Agung punya data yang lebih banyak daripada yang saya tahu. Saya tahu cuma sekaki, mereka tahu sekepala,” ujar Ahok.
Selama menjabat sebagai Komisaris Utama, Ahok menilai bahwa kinerja Pertamina secara keseluruhan terlihat positif dari sisi keuntungan dan kerugian yang tercatat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
Namun, ia mengakui bahwa pengawasan terhadap operasional di tingkat subholding dan kontraktor kerja sama tidak selalu terjangkau.
"Kita hanya memonitoring dari RKAP, jadi hanya melihat untung rugi. Kebetulan Pertamina selalu bagus selama saya di sana, jadi kami tidak tahu secara langsung apa yang terjadi di bawah," jelasnya.
Ahok menegaskan bahwa dirinya siap membantu Kejaksaan Agung dalam penyelidikan lebih lanjut jika masih diperlukan.
Harli Siregar menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Ahok masih bisa berlanjut jika dibutuhkan untuk memperkuat pembuktian terhadap sembilan tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus ini.
"Ya, semua itu akan tentu diarahkan pada bagaimana dalam konteks pembuktian terhadap perbuatan tersangka," terang Harli.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Mereka terdiri dari sejumlah pejabat dan pihak swasta yang diduga terlibat dalam manipulasi tata kelola minyak di PT Pertamina Patra Niaga.
(Redaksi)