IMG-LOGO
Home Nasional Perang Dagang AS–Tiongkok Picu Volatilitas Kripto, Upbit Indonesia: Rebound Masih Mungkin Terjadi
nasional | umum

Perang Dagang AS–Tiongkok Picu Volatilitas Kripto, Upbit Indonesia: Rebound Masih Mungkin Terjadi

oleh VNS - 19 Oktober 2025 12:03 WITA
IMG
Bursa kripto Upbit Indonesia mencatat bahwa kondisi ini memicu lonjakan volatilitas harian hingga 15-20 persen di beberapa aset besar. Foto:Ist

IDENESIA.CO - Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok kembali meningkat dan kini mulai berdampak luas terhadap pasar global, termasuk aset digital seperti kripto. Dalam sepekan terakhir, harga sejumlah mata uang kripto utama seperti Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH) bergerak sangat fluktuatif akibat meningkatnya sentimen risiko global.


Bursa kripto Upbit Indonesia mencatat bahwa kondisi ini memicu lonjakan volatilitas harian hingga 15-20 persen di beberapa aset besar. Dalam laporan mingguan terbarunya, mereka menekankan pentingnya manajemen risiko, diversifikasi portofolio, dan disiplin investasi agar trader tetap dapat memanfaatkan peluang di tengah ketidakpastian geopolitik.

Krisis dimulai sejak 14 Oktober 2025, ketika Amerika Serikat secara resmi mengenakan biaya tambahan khusus terhadap kapal asal Tiongkok yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan AS. Langkah itu disebut sebagai bagian dari kebijakan proteksionis baru Presiden Donald Trump, yang juga menaikkan tarif impor terhadap produk Tiongkok hingga 100 persen.

Sebagai respons, Beijing langsung membalas dengan kebijakan serupa terhadap kapal berbendera atau bermuatan barang dari AS. Tak hanya itu, pemerintah Tiongkok juga membatasi ekspor mineral langka bahan penting untuk industri teknologi, termasuk pembuatan chip dan baterai kendaraan listrik.

Langkah saling balas ini menandai babak baru rivalitas ekonomi dua raksasa dunia, dan efeknya terasa cepat di pasar finansial global. Bursa saham AS melemah, imbal hasil obligasi melonjak, dan aset berisiko seperti kripto ikut terkoreksi tajam.

Menurut Resna Raniadi, Chief Operating Officer (COO) Upbit Indonesia, ketegangan AS-Tiongkok memiliki dampak langsung terhadap volatilitas pasar kripto.

“Perang dagang AS-Tiongkok yang semakin panas memengaruhi pasar keuangan global, dan kripto tidak kebal. Krisis likuiditas, sentimen negatif, serta likuidasi posisi leverage bisa memicu penurunan harga yang tajam dalam jangka pendek,” ujar Resna.

Namun, ia menegaskan bahwa penurunan harga ini tidak menandakan berakhirnya fase bullish kripto.

“Seperti pasar saham, kripto juga sangat sensitif terhadap berita global. Tapi jika muncul kabar positif seperti de-eskalasi atau kompromi perdagangan, rebound bisa terjadi cepat. Investor yang disiplin mengelola risiko justru bisa memanfaatkan momentum ini,” tambahnya.

Data dari Upbit Indonesia menunjukkan, sejak 14 Oktober, volume perdagangan Bitcoin naik lebih dari 27%, sementara harga bergerak di kisaran US$57.000-59.500. Sementara itu, Ethereum dan Solana mengalami penurunan dua digit akibat aksi jual besar dari investor institusional yang memilih menunggu kepastian arah kebijakan ekonomi global.

Upbit menilai kondisi ini sebagai “fase turbulensi jangka pendek”. Dalam pandangan mereka, peluang rebound masih terbuka lebar apabila:

  • Ketegangan AS-Tiongkok mereda atau muncul pernyataan de-eskalasi diplomatik,

  • Bank sentral AS (The Fed) menahan suku bunga untuk menjaga stabilitas likuiditas, atau

  • Pemerintah Tiongkok kembali melonggarkan kebijakan ekspor.

“Pasar kripto sangat reaktif terhadap perubahan sentimen. Satu tweet dari pejabat penting saja bisa mengubah arah harga dalam hitungan jam. Karena itu, investor perlu fleksibel dan fokus pada strategi jangka panjang,” ujar Resna.

Upbit Indonesia memberikan empat panduan praktis bagi para investor agar tetap tenang dan adaptif di tengah ketidakpastian:

  1. Batasi Risiko dan Hindari Overleverage
    Gunakan leverage secara bijak dan pasang stop loss untuk menghindari likuidasi mendadak. Hindari menggunakan dana darurat atau pinjaman untuk trading.

  2. Diversifikasi Portofolio
    Jangan seluruh dana ditempatkan di aset kripto volatil. Simpan sebagian dalam bentuk fiat atau stablecoin seperti USDT/USDC untuk siap membeli saat harga koreksi. Pilih aset berfundamental kuat seperti BTC, ETH, atau proyek DeFi berkapitalisasi besar.

  3. Hindari Panic Selling
    Fluktuasi harga adalah hal alami dalam siklus pasar kripto. Menjual saat panik justru berpotensi membuat kerugian semakin besar.

  4. Fokus pada Visi Jangka Panjang
    Bagi investor yang percaya pada adopsi teknologi blockchain, gejolak saat ini hanya fase konsolidasi sebelum gelombang pertumbuhan berikutnya.

Sejak awal 2025, pasar kripto memang menghadapi tekanan dari berbagai arah mulai dari pengetatan kebijakan moneter global hingga ketegangan geopolitik. Namun, banyak analis percaya fundamental industri tetap kuat.

Adopsi blockchain oleh sektor keuangan tradisional, meningkatnya jumlah pengguna aset digital, serta perkembangan stablecoin lintas negara memberi alasan optimistis bahwa rebound akan datang begitu situasi global mereda.

“Sejarah pasar kripto menunjukkan bahwa setiap periode tekanan besar diikuti oleh fase pemulihan signifikan. Investor yang sabar justru akan diuntungkan,” tutup Resna Raniadi.

Kondisi pasar kripto saat ini menggambarkan realitas ekonomi global yang semakin saling terhubung. Perang dagang antara AS dan Tiongkok bukan sekadar isu diplomatik, melainkan faktor yang mampu mengguncang pasar digital sekalipun.

(Redaksi)