IDENESIA.CO - Ketegangan di Timur Tengah kembali meningkat setelah Qatar secara terbuka mengecam Israel atas serangkaian pelanggaran terhadap gencatan senjata di Jalur Gaza. Dalam pidato tahunan di depan Dewan Syura, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani menuduh Israel secara sistematis mengabaikan kesepakatan gencatan yang tengah berlaku dan menjadikan Gaza sebagai wilayah yang tidak layak huni.
Pernyataan keras itu disampaikan Al Thani di tengah meningkatnya jumlah korban di Gaza meski kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar masih berlaku sejak 10 Oktober lalu.
“Kami menegaskan kembali kecaman kami terhadap semua pelanggaran dan praktik-praktik Israel di Palestina, khususnya perubahan yang dialami Jalur Gaza menjadi wilayah yang tidak layak huni dan pelanggaran gencatan senjata yang berkelanjutan,” ujar Al Thani, Selasa (21/10).
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 80 warga Palestina tewas dan 303 lainnya luka-luka akibat serangan militer Israel sejak gencatan diberlakukan. Serangan udara dan artileri dilaporkan menghantam sejumlah lokasi di wilayah Khan Younis dan Rafah, yang disebut Tel Aviv sebagai posisi militer Hamas.
Qatar, yang selama ini menjadi mediator utama dalam konflik Israel-Hamas, menilai tindakan militer Israel sebagai bentuk penghinaan terhadap upaya diplomatik internasional yang sedang berjalan. Dalam pidatonya, Emir Al Thani menegaskan bahwa Jalur Gaza merupakan bagian integral dari negara Palestina yang berdaulat, bukan wilayah yang dapat diperlakukan semena-mena.
“Jalur Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari tanah Palestina dan negara Palestina yang bersatu,” tegasnya.
Al Thani juga mengutuk keras langkah Israel memperluas permukiman ilegal di Tepi Barat dan upaya Yahudisasi kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur, yang menurutnya merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB.
“Kami menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menuntut pertanggungjawaban Israel atas perang genosida di Jalur Gaza dan memberikan perlindungan bagi warga sipil Palestina,” katanya.
Lebih lanjut, Al Thani mengecam serangan udara Israel di Doha, Qatar, pada 9 September lalu yang disebut sebagai upaya pembunuhan terhadap delegasi Hamas yang tengah berada di sana untuk bernegosiasi soal gencatan senjata. Insiden tersebut menewaskan tiga orang warga sipil dan memicu kecaman internasional, termasuk dari sekutu lama Israel, Amerika Serikat.
“Israel telah melanggar semua hukum dan norma internasional yang mengatur hubungan antarnegara, dengan menyerang negara yang bertindak sebagai mediator dan mencoba membunuh anggota delegasi negosiasi,” kata Al Thani.
Ia menyebut tindakan tersebut sebagai “terorisme negara” dan menegaskan bahwa Qatar tidak akan tinggal diam terhadap agresi militer di wilayahnya.
“Kami menganggap agresi ini sebagai tindakan terorisme negara, dan respons global terhadapnya cukup kuat untuk mengejutkan para pelakunya,” ujarnya.
Pernyataan itu menandai salah satu kecaman paling keras Qatar terhadap Israel dalam beberapa tahun terakhir, menandakan pergeseran sikap dari kebijakan diplomasi moderat Doha menjadi sikap yang lebih tegas dan konfrontatif.
Qatar selama ini memainkan peran penting dalam negosiasi kemanusiaan di Gaza, termasuk dalam pertukaran sandera dan pengiriman bantuan medis serta pangan. Namun, dengan terus meningkatnya serangan Israel, banyak pihak menilai kesabaran Qatar mulai habis.
Langkah militer Israel dianggap menggagalkan kepercayaan diplomatik yang sudah dibangun susah payah. Pemerintah Mesir dan Turki juga ikut mengecam tindakan tersebut, menyebut Israel melanggar semangat perdamaian yang sedang diusahakan oleh komunitas internasional.
Sementara itu, PBB melalui Sekretaris Jenderal António Guterres menyampaikan keprihatinan mendalam dan menyerukan agar semua pihak mematuhi prinsip kemanusiaan.
“Setiap pelanggaran gencatan senjata merupakan pengkhianatan terhadap rakyat yang sudah lelah dengan perang,” ujar Guterres di markas besar PBB, New York.
Kondisi di Jalur Gaza kini semakin memprihatinkan. Infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah, rusak berat akibat gempuran berulang. Data Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan bahwa lebih dari 68.000 warga Palestina telah tewas sejak perang dimulai pada Oktober 2023, dan lebih dari 170.000 orang mengalami luka-luka.
Organisasi kemanusiaan internasional seperti Doctors Without Borders (MSF) dan Palang Merah Internasional melaporkan bahwa ribuan warga kini hidup tanpa akses listrik, air bersih, dan obat-obatan. Bantuan kemanusiaan pun sulit masuk akibat blokade Israel di perbatasan Rafah.
Menutup pidatonya, Emir Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani menyerukan kepada negara-negara dunia, terutama anggota Dewan Keamanan PBB, untuk tidak sekadar mengecam di atas kertas, tetapi mengambil langkah nyata menghentikan agresi Israel.
Ia menegaskan, Qatar akan tetap berkomitmen mendukung Palestina, baik melalui diplomasi internasional maupun bantuan kemanusiaan.
Pernyataan tersebut memperkuat posisi Qatar sebagai suara utama dunia Arab dalam menentang kebijakan militer Israel di Gaza, sekaligus menegaskan bahwa diplomasi Doha kini memasuki fase yang lebih berani dan vokal di panggung global.
(Redaksi)