IDENESIA.CO - Di balik cekungan tambang di Kelurahan Makroman, Kecamatan Sambutan, Samarinda, terbentang jejak kelam praktik tambang tanpa tanggung jawab. Lubang-lubang menganga, air yang menghitam, dan vegetasi mati perlahan menceritakan kisah pilu: reklamasi yang tak pernah dilakukan.
Kini, penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) tengah mendalami aliran dana korupsi dari CV Arjuna yang tak hanya mengakibatkan kerugian negara, tetapi juga menyisakan kerusakan lingkungan senilai Rp58,5 miliar. Dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) yang semestinya digunakan untuk memulihkan lahan pasca tambang, justru lenyap dalam praktik korupsi yang menyeret dua tersangka IEE, Direktur Utama CV Arjuna, dan AMR, mantan Kepala Dinas Pertambangan Kaltim periode 2010–2018.
“Kami masih terus telusuri ke mana saja aliran dana dari pencairan Jamrek itu. Termasuk nilai yang diterima oleh AMR,” kata Indra Rifani, Kepala Seksi Penyidikan Aspidsus Kejati Kaltim, Rabu (21/5/2025).
Pencairan dana Jamrek oleh Dinas Pertambangan Kaltim tahun 2016 kepada CV Arjuna dilakukan tanpa syarat teknis yang sah. Tidak ada laporan pelaksanaan reklamasi, penilaian keberhasilan, atau persetujuan dari pejabat yang berwenang. Namun uang tetap mengalir —dan reklamasi tak pernah terlaksana.
CV Arjuna, yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) batubara seluas 1.452 hektare di Makroman, telah menerima pencairan dana reklamasi sebesar Rp13 miliar. Selain itu, kerugian lain senilai Rp2,49 miliar muncul akibat kelalaian memperpanjang jaminan dalam bentuk bank garansi.
“Pada intinya, mantan Kadis ini memberi persetujuan pencairan tanpa syarat yang lengkap. Itu yang sedang kami bongkar,” kata Indra.
Lebih dari sekadar pencurian uang negara, kasus ini memperlihatkan bagaimana pengawasan terhadap pertambangan bisa begitu lemah. Ketika mekanisme Jamrek tidak dijalankan sesuai ketentuan, kerusakan tak hanya bersifat administratif tetapi nyata di lapangan.
Menurut Kejati Kaltim, total kerugian yang dihitung dalam kasus ini mencakup:
Rp13 miliar: Dana Jamrek yang dicairkan tanpa prosedur
Rp2,49 miliar: Nilai jaminan yang tak diperpanjang
Rp58,5 miliar: Estimasi kerugian ekologis akibat reklamasi yang tak pernah dijalankan
Tim penyidik masih memeriksa aliran dana yang melibatkan tersangka IEE dan mantan pejabat AMR. Kepala Seksi Penyidikan menegaskan bahwa tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan jika ditemukan bukti keterlibatan pihak lain.
“Kami masih dalami, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru,” ujar Indra Rifani.
Langkah penyidikan juga mencakup audit aliran uang serta pemeriksaan detail terhadap dokumen pencairan. Termasuk memeriksa apakah ada aktor lain di lingkaran pemerintahan atau perbankan yang turut memuluskan pencairan dana Jamrek.
Kasus CV Arjuna membuka kembali urgensi pengetatan pengawasan terhadap jaminan reklamasi tambang. Dana yang seharusnya menjadi benteng terakhir melindungi ekosistem pasca tambang, justru menjadi celah praktik korupsi yang ditutup rapat oleh dokumen palsu dan persetujuan abal-abal.
Pakar lingkungan dari Universitas Mulawarman, Dr. Rendra Simanjuntak, menyebut kasus ini sebagai alarm bagi Pemprov Kaltim dan pemerintah pusat untuk meninjau ulang sistem pengawasan tambang.
“Jika dana Jamrek bisa dicairkan tanpa pengawasan, maka lubang tambang akan terus jadi warisan kehancuran. Ini bukan sekadar korupsi, tapi juga pengkhianatan terhadap masa depan lingkungan,” tegasnya.
Dengan lubang tambang yang tak direklamasi, lingkungan yang rusak, dan uang negara yang raib, kasus CV Arjuna adalah pengingat bahwa pertambangan tanpa tanggung jawab akan selalu berakhir dengan krisis baik bagi alam maupun hukum.
(Redaksi)