IDENESIA.CO - Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Maman Abdurahman mengambil langkah tak lazim di tengah sorotan publik terhadap kriminalisasi pelaku usaha kecil.
Rabu pagi (14/05/2025), ia hadir langsung di ruang sidang Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kalimantan Selatan, untuk memberikan pandangan hukum dalam perkara yang menjerat Firly Norachim, pemilik toko Mama Khas Banjar.
Kehadiran Maman bukan sebagai saksi atau pihak dalam perkara, melainkan sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan. Status ini memberinya ruang untuk menyampaikan pandangan independen demi menegakkan keadilan.
Namun, yang membuat momen ini mencuri perhatian bukan hanya status hukumnya, melainkan emosi yang ia bawa ke ruang sidang. Belum sempat mengucapkan sepatah kata, Maman sudah tampak terisak. Tangisnya memecah keheningan sidang ke-9 yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rakhmad Dwi Nanto.
“Saya ingin sampaikan kepada semuanya, bahwa saya yang bertanggung jawab,” ujar politisi Partai Golkar itu dengan suara bergetar, sambil sesekali menyeka air matanya.
Maman menyayangkan proses hukum yang harus dijalani Firly hanya karena tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa pada produk olahan yang dijual. Ia menegaskan bahwa dalam kasus seperti ini, pendekatan pembinaan seharusnya diutamakan dibandingkan pemidanaan.
“Penegakan hukum pidana seharusnya menjadi opsi terakhir. UMKM harus menggunakan pendekatan pembinaan, bukan pemidanaan instan. Jika pun ada pelanggaran, sanksi administratif seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pangan semestinya menjadi jalan keluar,” katanya.
Menurutnya, masih banyak pelaku UMKM yang menjalankan usaha karena keterdesakan ekonomi. Mereka umumnya tidak memiliki akses terhadap pendidikan bisnis atau pemahaman hukum. Hal ini menyebabkan mereka kerap tersandung aturan yang teknis dan administratif, yang semestinya tidak langsung dibawa ke ranah pidana.
Kasus Firly, menurut Maman, menjadi refleksi atas perlunya reformasi menyeluruh dalam sistem perlindungan hukum bagi pelaku usaha mikro di Indonesia. Ia mengajak semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, untuk melihat kasus ini sebagai momentum pembelajaran nasional.
“Ini bukan hanya soal satu toko atau satu orang. Ini tentang bagaimana negara memposisikan pelaku usaha kecil dalam sistem hukum. Kita butuh regulasi yang lebih adil, lebih membina, dan lebih manusiawi,” ujar Maman.
Ia juga menegaskan bahwa kehadirannya tidak dimaksudkan untuk membela satu pihak atau menekan proses hukum. “Kehadiran saya di sini adalah spirit dan semangat bahwa kita sedang tidak menyalahkan siapa pun,” imbuhnya.
Maman menutup pernyataannya dengan permohonan agar majelis hakim mempertimbangkan keadilan substantif dalam menjatuhkan putusan.
“Saya memohon agar saudara Firly dibebaskan. Karena yang dilakukannya bukanlah kejahatan, melainkan kekeliruan administratif yang seharusnya cukup diberi sanksi pembinaan.”
Sebagaimana diketahui, toko Mama Khas Banjar milik Firly Norachim resmi tutup sejak 1 Mei 2025, menyusul proses hukum yang dijalani pemiliknya atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Istri Firly, Ani, berharap kehadiran Maman bisa menggugah nurani majelis hakim agar memberikan vonis yang berpihak kepada keadilan keluarga kecil mereka.
“Harapan saya semoga hadirnya menteri bisa membuka hati nurani hakim, supaya suami saya dibebaskan,” ujar Ani lirih.
(Redaksi)