IMG-LOGO
Home Internasional AS Sendirian Tolak Resolusi DK PBB Soal Kelaparan di Gaza
internasional | umum

AS Sendirian Tolak Resolusi DK PBB Soal Kelaparan di Gaza

oleh VNS - 29 Agustus 2025 13:37 WITA
IMG
Ilustrasi kondisi di Gaza. Foto:Ist

IDENESIA.CO - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) kembali menyoroti krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza. Dalam pernyataan bersama yang disepakati 14 dari 15 anggota DK PBB, kelaparan yang melanda Gaza dinyatakan sebagai krisis buatan manusia serta ditegaskan bahwa penggunaan kelaparan sebagai senjata perang dilarang berdasarkan hukum kemanusiaan internasional. Namun, Amerika Serikat kembali berdiri sendiri dengan menolak resolusi tersebut.


Melalui pernyataan yang disampaikan pada Rabu (27/8/2025), 14 anggota DK PBB menyerukan:

  1. Gencatan senjata segera, permanen, dan tanpa syarat di Gaza.

  2. Pembebasan seluruh sandera yang masih ditahan Hamas maupun kelompok lain.

  3. Gelombang bantuan kemanusiaan besar-besaran, termasuk pencabutan semua pembatasan oleh Israel terhadap pengiriman bantuan.

  4. Penolakan terhadap rencana Israel memperluas operasi militernya untuk mengambil alih Kota Gaza, yang dinilai hanya akan memperparah krisis.

Wakil Duta Besar Slovenia untuk PBB, Ondina Blokar Drobic, menegaskan pentingnya aksi segera. 

“Kelaparan di Gaza harus dihentikan tanpa penundaan,” ujarnya.

Laporan Sistem Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC) pekan lalu mencatat, sekitar 514.000 warga Gaza atau hampir seperempat populasi di wilayah tersebut telah masuk kategori kelaparan. Jumlah itu diprediksi melonjak menjadi 641.000 orang pada akhir September 2025.

Joyce Msuya, Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan, menegaskan bahwa lebih dari setengah juta orang di Gaza kini menghadapi kelaparan, kemelaratan, dan risiko kematian. Ia juga menyoroti rusaknya sistem kesehatan, sanitasi, dan kurangnya tempat berlindung layak.

Satu-satunya negara yang menolak resolusi adalah Amerika Serikat. Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shea, menyebut laporan IPC tidak lolos uji dan mempertanyakan kredibilitasnya.

“Kita semua menyadari kelaparan adalah masalah nyata di Gaza, dan ada kebutuhan signifikan yang harus dipenuhi. Mengatasi hal itu tetap prioritas bagi AS,” kata Shea.

Sikap ini menuai kritik keras, karena AS dianggap kembali menghalangi konsensus internasional terhadap Israel.

Pemerintah Israel menolak laporan IPC dan menuntut agar laporan resmi yang menyatakan adanya kelaparan di Gaza segera dicabut. Eden Bar Tal, Dirjen Kementerian Luar Negeri Israel, menuding IPC sebagai lembaga terpolitisasi dan bekerja untuk organisasi teror.

Sementara itu, Hadja Lahbib, Komisaris Eropa untuk Bantuan Kemanusiaan, mendesak Uni Eropa mengambil sikap lebih keras terhadap perang di Gaza. Menurutnya, UE harus menemukan suara kolektif untuk menghentikan penderitaan warga sipil.

Kelompok Hamas menyambut baik pernyataan 14 anggota DK PBB dan menilai AS bertindak sebagai kaki tangan Israel yang turut bertanggung jawab atas kelaparan dan pembantaian di Gaza.

Lembaga kemanusiaan seperti Save the Children juga melaporkan kondisi mengenaskan. Klinik mereka di Gaza penuh dengan anak-anak kekurangan gizi, banyak yang tubuhnya kurus kering dan tidak lagi mampu berbicara atau menangis.

“Beberapa anak bahkan berkata mereka lebih baik mati, karena di surga ada cinta, makanan, dan air,” ungkap Inger Ashing, CEO Save the Children International.

Dengan mayoritas anggota DK PBB bersuara lantang, tekanan internasional terhadap Israel semakin meningkat. Namun, sikap Amerika Serikat yang menolak resolusi kembali menjadi batu sandungan bagi upaya penghentian perang dan krisis kelaparan di Gaza.

“Situasi ini menjadi ujian besar bagi keberanian politik dunia untuk menyelamatkan nyawa,” kata Lahbib.

(Redaksi)