IMG-LOGO
Home Sosok Tak Terbukti Bersalah Terkait Jerat UU ITE, James Tuwo: Saya Advokat, Tapi Jadi Korban Kriminalisasi
sosok | umum

Tak Terbukti Bersalah Terkait Jerat UU ITE, James Tuwo: Saya Advokat, Tapi Jadi Korban Kriminalisasi

oleh VNS - 08 Juli 2025 15:34 WITA
IMG
Mantan anggota DPRD Kaltim, James Tuwo yang juga berprofesi sebagai advokat. (Istimewa)

IDENESIA.CO - Setelah hampir satu tahun menanti kejelasan atas status hukumnya, James Bastian Tuwo akhirnya dapat bernapas lega. Putusan Mahkamah Agung (MA) yang diketok pada 27 Mei 2025 lalu menyatakan dirinya tidak terbukti bersalah atas dakwaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

 Putusan tersebut sekaligus mengakhiri rangkaian proses hukum yang telah membelenggunya sejak Oktober 2024.

Namun kebebasan itu tidak membuat James Tuwo bungkam. Dalam konferensi pers yang digelar di Cafe Nyah Besar, Jalan Ahmad Yani, Samarinda, Selasa (8/7/2025), mantan legislator ini menyampaikan kritik tajam terhadap proses hukum yang ia anggap tidak adil dan cenderung dipaksakan.

“Saya merasa dikriminalisasi. Dari awal saya tidak pernah merasa melakukan pelanggaran hukum, dan Mahkamah Agung akhirnya menyatakan saya tidak terbukti,” tegasnya di hadapan awak media.

Putusan MA Batalkan Dua Vonis Sebelumnya

Dalam amar putusan kasasi Nomor: 5800 K/Pid.Sus/2025, MA menyatakan James Tuwo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 ayat 1 UU ITE sebagaimana dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kaltim.

Putusan ini sekaligus membatalkan dua putusan sebelumnya:

  • Putusan Pengadilan Negeri (PN) Samarinda Nomor: 907/Pid.Sus/2024/PN Smr tertanggal 9 Januari 2025,

  • Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda Nomor: 35/PID.SUS/PT SMR tertanggal 3 Maret 2025,

yang menjatuhkan hukuman penjara selama 13 bulan kepada James.

Tak hanya menyatakan vonis bebas, MA juga memerintahkan pemulihan hak-hak hukum, kedudukan, serta harkat dan martabat James. Seluruh barang bukti dikembalikan, termasuk dokumen hukum, perangkat elektronik, surat menyurat, hingga akun media sosial milik terdakwa.

James Tuwo menyebut bahwa proses penyidikan hingga penuntutan sejak awal penuh kejanggalan. Ia menyayangkan bagaimana seorang advokat seperti dirinya bisa dengan mudah terseret dalam perkara yang menurutnya masuk ranah administrasi, bukan pidana.

"Saya advokat, saya tahu hukum, tapi tetap bisa jadi korban kriminalisasi. Semoga saya yang terakhir,” ujarnya dengan nada tegas.

Salah satu yang ia soroti adalah adanya dissenting opinion atau pendapat berbeda dari salah satu hakim banding, yang menyatakan bahwa perkara ini lebih tepat dikategorikan sebagai maladministrasi, bukan tindak pidana. Namun perbedaan pandangan itu tetap tidak diindahkan oleh jaksa, yang justru melanjutkan proses hukum hingga kasasi.

“Saya ditahanan mengalami kerugian yang banyak. Saat ini saya mengutarakan isi hati bahwa kriminalisasi ini jangan sampai terulang kepada yang lain,” ungkap James Tuwo.

Asal-Usul Kasus: Dari Facebook ke Jeruji

Kasus yang menjerat James bermula dari keterlibatannya sebagai kuasa hukum dalam perkara sengketa lahan di Jalan Siradj Salman, Samarinda. James Tuwo mendampingi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) bernama Olan, yang bekerja di Rutan Kelas IA Sempaja. Pada Desember 2022, Olan memposting beberapa komentar dan dokumen di akun Facebook miliknya, yang mengkritisi proses eksekusi lahan yang dianggap tidak adil.

Salah satu unggahan Olan mengutip peribahasa, “Gajah bertarung gajah, pelanduk mati di tengah,” sebagai sindiran atas praktik hukum yang menurutnya mengabaikan kepentingan masyarakat.

Namun unggahan tersebut berbuntut panjang setelah ia juga menyebarkan dokumen P-16 dari Kejati Kaltim, yang memuat nama-nama tersangka, termasuk Fazri—yang kemudian menjadi pelapor.

Menurut JPU, James sebagai kuasa hukum turut bertanggung jawab karena ia yang mengirimkan dokumen P-16 tersebut ke Olan. Meski sebagai pengacara James menganggap dokumen itu penting untuk pembelaan kliennya, namun jaksa menilai penyebaran surat yang bersifat rahasia itu melanggar hukum.

Tak lama setelah pelaporan, James dan Olan ditangkap Bareskrim Polri dan ditahan di Jakarta sejak 15 Agustus 2024.

Buka Peluang Gugat Balik Negara

Kini setelah vonis bebas keluar, James menyatakan tengah berkonsultasi dengan tim kuasa hukumnya untuk kemungkinan menempuh gugatan balik terhadap negara atas kerugian materiil dan immateriil selama masa penahanan.

Meski belum memutuskan langkah pasti, ia menegaskan bahwa perlindungan hukum terhadap warga negara harus diperkuat agar proses hukum tidak menjadi alat politik atau alat tekan terhadap individu.

“Saya tidak ingin orang lain mengalami hal yang sama. Saya akan berjuang agar ini tidak menjadi preseden buruk,” pungkas James Tuwo.

(Redaksi)