IDENESIA.CO - Komitmen Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dalam menggerakkan ekonomi lokal tercermin dari kebijakan pengadaan 13 ekor sapi kurban jelang Iduladha 1446 Hijriah. Uniknya, seluruh sapi tersebut berasal dari peternak lokal Kalimantan Timur, bukan dari luar daerah apalagi impor.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kaltim, Fahmi Himawan, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bentuk nyata keberpihakan negara terhadap pelaku usaha peternakan rakyat.
“Presiden ingin bukan hanya ibadah kurban yang dijalankan, tetapi juga kesejahteraan peternak lokal yang diperkuat. Tidak ada satu ekor pun yang didatangkan dari luar,” kata Fahmi, Kamis (5/6/2025).
Sapi-sapi kurban tersebut rencananya disalurkan ke masjid-masjid di 10 kabupaten/kota, termasuk untuk Pemerintah Provinsi Kaltim dan wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN). Pengadaan dilakukan secara legal, melalui jalur resmi Sekretariat Negara, dan dengan kriteria ketat dari Kementerian Pertanian.
Selain usia minimal dua tahun dan bobot di atas 800 kilogram, jenis sapi seperti limousin dan Brahman menjadi pilihan utama karena kualitas fisik dan dagingnya yang premium.
“Ada juga perhatian terhadap penampilan. Presiden ingin hewan kurban dari istana mencerminkan kualitas, tidak kalah dibanding sumbangan pejabat atau tokoh lainnya,” jelas Fahmi.
Kriteria sapi yang dipilih juga mengikuti standar nasional yang ditetapkan Kementerian Pertanian. Hewan harus berjenis kelamin jantan, berusia minimal dua tahun, dan memiliki bobot lebih dari 800 kilogram.
“Presiden menekankan pentingnya kualitas. Sapi yang disumbangkan harus sehat, besar, dan layak dijadikan simbol kepedulian negara terhadap rakyat,” ujarnya.
Namun, tantangan muncul di daerah-daerah tertentu yang belum mampu memenuhi kriteria bobot. Seperti di Kabupaten Mahakam Ulu, yang mayoritas hanya memiliki sapi jenis Bali berbobot sekitar 500 kilogram.
“Di Mahulu, solusi yang diambil adalah memberikan dua ekor sapi dengan ukuran seimbang untuk dua lokasi berbeda,” tambah Fahmi.
Ia juga menyoroti jenis sapi yang digunakan, di antaranya limousin dan Brahman, yang dikenal memiliki keunggulan fisik dan kualitas daging premium. Bahkan aspek estetika turut menjadi pertimbangan.
“Ada arahan khusus agar penampilan sapi Presiden tidak kalah dengan sapi yang disumbangkan kepala daerah lain,” ungkapnya.
Soal harga, setiap ekor sapi memiliki nilai bervariasi dengan batas maksimum Rp100 juta per ekor. Harga ditentukan melalui kesepakatan langsung antara pihak Sekretariat Negara dan peternak, tanpa campur tangan pemerintah daerah. “Yang paling penting adalah komitmen Presiden untuk memberdayakan peternak lokal. Tidak ada satupun sapi yang berasal dari luar Kalimantan Timur,” tutup Fahmi. (tim redaksi)