IDENESIA.CO - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) kembali menegaskan komitmennya dalam memperjuangkan nasib ribuan tenaga honorer agar bisa diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menyampaikan hal tersebut sebagai respons atas aksi unjuk rasa yang digelar sejumlah tenaga honorer asal Kaltim bersama Aliansi Honorer Non Database BKN & Gagal CPNS se-Indonesia di depan kantor Kementerian PAN-RB, Jakarta, Senin (8/9/2025).
“Tenaga honorer di Kalimantan Timur sudah lama mengabdi. Karena itu, pemerintah daerah terus mengusulkan agar mereka diakomodasi dalam skema PPPK,” kata Seno Aji, Rabu (10/9/2025).
Berdasarkan catatan Aliansi Non ASN Non-Database Kaltim, terdapat sekitar 1.400 tenaga honorer yang bekerja di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Kaltim. Angka itu belum termasuk honorer di kabupaten/kota yang jumlahnya diyakini jauh lebih besar.
Seno menegaskan, pengangkatan tenaga honorer ke PPPK bukan hanya soal status pekerjaan, melainkan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) daerah. Meski begitu, ia mengakui prosesnya tidak sederhana karena harus mengikuti aturan teknis dan ketentuan yang ditetapkan oleh KemenPAN-RB.
“Kami memahami ada regulasi yang wajib dipatuhi. Namun bagi kami, tenaga non-ASN ini layak untuk diusulkan sebagai PPPK,” tegasnya.
Seno mengungkapkan bahwa Pemprov Kaltim telah melakukan komunikasi intensif dengan pemerintah pusat untuk memperjuangkan aspirasi honorer. Ia menambahkan, permasalahan tenaga non-ASN bukan hanya isu Kaltim, melainkan juga problem nasional yang dialami hampir di semua daerah.
“Pemerintah pusat masih menampung aspirasi dan melakukan kajian menyeluruh. Karena itu kami mengimbau tenaga honorer agar tetap bersabar. Yang jelas, pemerintah daerah akan terus berupaya maksimal mengawal usulan ini,” ujarnya.
Dalam aksi sebelumnya, tenaga honorer Kaltim menyampaikan beberapa tuntutan, antara lain:
Regulasi teknis yang jelas berupa PP atau PermenPAN-RB, bukan sekadar surat edaran, agar status tenaga honorer memiliki kepastian hukum sebelum Desember 2025.
Pengakomodasian skema PPPK Paruh Waktu tanpa diskriminasi, termasuk bagi honorer yang gagal seleksi CPNS atau PPPK.
Pengangkatan honorer non database yang telah mengabdi minimal dua tahun hingga Desember 2025.
Penataan yang adil dan sesuai amanat Pasal 66 UU ASN No. 20 Tahun 2023.
Jaminan kesejahteraan tenaga honorer selama masa transisi, termasuk upah layak sesuai UMP/UMK dan jaminan sosial tenaga kerja.
Pada aksi ini, salah satu perwakilan tenaga kerja honorer asal Kaltim, Muhammad Rizki Pratama menegaskan, tenaga honorer adalah aset bangsa, bukan beban. Negara, kata mereka, tidak boleh menutup mata terhadap pengabdian yang telah lama diberikan demi keberlangsungan birokrasi dan pelayanan publik.
(Redaksi)