IDENESIA.CO - Dunia maya Indonesia kembali diguncang fenomena mengerikan. Grup-grup Facebook yang memuat konten penyimpangan seksual berupa hubungan sedarah (inses) terungkap eksis dan aktif, bahkan memiliki puluhan ribu anggota. Salah satunya bernama "Fantasi Sedarah", dengan lebih dari 32 ribu pengguna yang secara terbuka berbagi cerita, fantasi, hingga foto pribadi yang melibatkan keluarga kandung ibu, adik, kakak, hingga anak sendiri.
Mirisnya, sebagian dari korban dalam unggahan-unggahan tersebut adalah anak-anak.
Fenomena ini pertama kali terangkat ke permukaan setelah seorang pengguna X (dulu Twitter) bernama @pablolaurentt mengunggah tangkapan layar isi grup tersebut sambil mengajak warganet untuk massal melaporkan. Namun ironis, akun pelapor justru ditangguhkan tak lama setelah cuitannya viral. Sementara grup-grup penyimpangan lainnya seperti “Fantasi Ibu Kandung”, “Cerita Dewasa Sedarah”, dan “Cerita Fantasimu”masih aktif dan tumbuh.
“Ini lebih dari sekadar konten menyimpang. Ini sudah mengarah pada jaringan predator digital yang nyata,” ujar pengamat media digital, Fadliansyah, menanggapi maraknya grup tersebut.
Kondisi ini menggambarkan dua kegagalan besar: lemahnya moderasi konten oleh platform sebesar Facebook, dan lambatnya respon regulatif negara terhadap dinamika kejahatan digital yang berkembang cepat.
“Ini sangat berbahaya. Negara harus tegas terhadap platform digital yang tidak mampu menjaga ruang virtualnya dari konten predatoris seperti ini,” ujar Maria Ulfah, aktivis perlindungan anak.
Netizen pun geram. Banyak yang menyoroti bahwa penyimpangan tersebut justru menyasar perempuan dan anak-anak sebagai objek seksual.
“Kenapa yang selalu jadi objek adalah anak perempuan, ibu, adik, kakak cewek? Ini sudah bukan soal penyimpangan pribadi, ini budaya predator yang dibiarkan berkembang,” tulis akun @mjktXXXX di X.
Terkait hal ini, akun resmi @DivHumas_Polri menyatakan akan melakukan penyelidikan dan pendalaman. Netizen juga diminta melapor melalui situs patrolisiber.idatau call center 110.
Namun, banyak yang mempertanyakan: mengapa pelaporan publik harus menjadi langkah pertama untuk sebuah konten sebrutal ini?
“Kalau konten AI bisa diturunkan cepat, kenapa grup predator seksual anak bisa bertahan lama di platform? Sistem ini ada yang salah,” ujar seorang pegiat literasi digital.
Kekhawatiran bahwa dunia maya hanya menyimpan fantasi gelap kini terpatahkan. Dalam kasus yang mengejutkan di Medan, seorang abang dan adik kandung dilaporkan mengirimkan jasad bayi hasil hubungan inses mereka melalui layanan ojek online ke sebuah masjid. Mereka berharap bayi tersebut dikubur secara diam-diam.
“Ini bukti bahwa konten menyimpang bisa memicu tindakan nyata. Negara tidak boleh lagi menunggu,” ujar Iptu Dearma Sinaga dari Polrestabes Medan.
Para pakar hukum pidana menegaskan bahwa konten seksual yang melibatkan anak atau mendorong kekerasan seksual berbasis keluarga bisa dijerat dengan UU ITE, UU Perlindungan Anak, dan UU Pornografi. Namun mereka juga menyoroti minimnya kapasitas aparat dalam menelusuri kejahatan digital secara proaktif.
Sementara itu, Kominfo hingga kini belum memberi pernyataan resmi, meskipun tekanan publik terus meningkat. Banyak pihak mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap grup-grup menyimpang yang masih bercokol di Facebook maupun platform lainnya.
“Bukan hanya dihapus, admin dan pelaku harus dilacak. Ini bukan soal moral pribadi, tapi kejahatan serius terhadap anak dan keluarga,” tegas Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dalam rilis singkatnya.
(Redaksi)