IDENESIA.CO - Kebijakan pemerintah pusat memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) menjadi ujian baru bagi keuangan Kota Samarinda. Namun, di mata Wali Kota Andi Harun, kondisi ini bukanlah alasan untuk mengeluh, melainkan momentum untuk memperkuat disiplin fiskal dan menumbuhkan budaya efisiensi di seluruh birokrasi pemerintahan.
Pesan itu disampaikan Andi Harun dalam Rapat Koordinasi Program Pembangunan Tahun 2026 bertema “Disiplin Anggaran dan Kreativitas, Samarinda Tetap Maju di Tengah Kebijakan Pemotongan Dana TKD”, yang digelar di Hotel Mercure, Jalan Mulawarman, Jumat (17/10/2025).
Acara ini dihadiri para pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD), ekonom, akademisi, serta perwakilan sektor swasta yang ikut mendiskusikan arah kebijakan keuangan daerah Samarinda di tengah pengetatan fiskal nasional.
Dalam sambutannya, Andi Harun mengungkapkan, pemangkasan TKD yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 berdampak signifikan terhadap keuangan daerah. Samarinda, yang sebelumnya menerima sekitar Rp2,7 triliun, kini hanya mendapatkan Rp1,361 triliun, berkurang hampir setengahnya atau sekitar 49 persen.
“Dampaknya tentu besar terhadap belanja daerah. Tapi kami tidak akan membuang energi untuk mengeluh. Yang harus dilakukan adalah mitigasi dan adaptasi,” tegas Andi Harun.
Langkah mitigasi jangka pendek pun langsung diambil. Salah satunya, efisiensi total di seluruh sektor belanja rutin pemerintah. Andi Harun menyebut, penghematan sudah diterapkan sejak pembahasan awal APBD 2026.
“Sampai saat ini kami belum menyediakan anggaran makan-minum di sekretariat kota dan di seluruh OPD,” ungkapnya.
Selain itu, perjalanan dinas pegawai juga dikurangi drastis hingga 90 persen, kecuali untuk urusan penting berskala nasional.
“Setiap rupiah pengeluaran harus dinilai dari manfaat langsung terhadap masyarakat. Rapat bisa tanpa snack, cukup air putih saja, tapi hasilnya tetap maksimal,” katanya disambut tepuk tangan hadirin.
Tidak hanya pada pos perjalanan dinas dan konsumsi rapat, Andi Harun juga menyoroti perilaku boros di perkantoran, terutama dalam penggunaan listrik dan fasilitas kantor.
“Kalau di rumah kita bisa mematikan AC dan lampu yang tidak digunakan, kenapa di kantor tidak bisa? Ini momentum untuk belajar hidup hemat,” ujarnya.
Menurutnya, efisiensi bukan sekadar penghematan angka dalam APBD, tetapi juga bentuk tanggung jawab moral ASN terhadap uang rakyat.
“Setiap rupiah yang kita hemat adalah ruang baru untuk pembangunan,” tambahnya.
Ia bahkan menyebut situasi ini sebagai “berkah tersembunyi”, karena bisa menjadi kesempatan memperbaiki perilaku fiskal pemerintahan.
“Ini bukan bencana, tapi pelajaran. Tuhan mungkin ingin kita belajar lebih disiplin dan lebih kreatif,” tuturnya.
Meski langkah penghematan dilakukan besar-besaran, Andi memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan mengganggu hak-hak pegawai maupun pelayanan publik.
“Kami pastikan TPP, belanja P3K, dan non-ASN tidak berkurang serupiah pun. Semua sudah dihitung secara teknokratik,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa prioritas pembangunan tetap pada sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
“Efisiensi boleh dilakukan di internal, tapi pelayanan kepada masyarakat tidak boleh terganggu sedikit pun,” ujarnya.
Bagi Andi Harun, pemangkasan TKD bukanlah akhir, melainkan titik balik untuk membangun karakter keuangan daerah yang tangguh dan mandiri.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah yang selama ini mungkin belum tergali maksimal.
“Kami berasumsi bahwa TKD tahun 2027 pun mungkin akan tetap dipangkas. Jadi yang paling penting adalah menyiapkan daya tahan ekonomi kota sejak sekarang,” ucapnya.
Ia optimis, bahwa Samarinda tidak akan berhenti berinovasi.
“Kita akan rebound di 2027. Dengan disiplin anggaran dan kreativitas lokal, Samarinda bisa membuktikan bahwa kemandirian fiskal bukan mimpi, tapi proses yang sedang kita jalankan hari ini,” pungkasnya.
(Redaksi)